Beijing Bilang AS Terlalu Negatif terhadap China

0
21

Seorang diplomat top China mengatakan pada hari Jumat (16/4) bahwa kebijakan AS terhadap China “terlalu negatif” dan bahwa kerja sama bisa menjadi sangat penting karena pemerintahan Biden berfokus pada memerangi COVID-19 dan mempromosikan pemulihan ekonomi.

Wakil Menteri Luar Negeri Le Yucheng dalam wawancara dengan The Associated Press mengatakan AS tampaknya menyoroti konfrontasi dan meremehkan kerja sama.

“Pendekatan seperti itu, harus saya katakan, terlalu negatif,” katanya, menambahkan bahwa pendekatan tersebut “kurang berorientasi masa depan.” Ia mengatakan China bisa menjadi mitra saat Biden menangani virus corona dan masalah ekonomi.

“Bagi saya sulit membayangkan kedua prioritas dapat diselesaikan tanpa hubungan China-AS yang kooperatif dan sehat, ”katanya.

Le juga mengisyaratkan bahwa China mungkin tidak akan membuat janji baru pada pertemuan perubahan iklim yang diserukan Presiden Joe Biden pada minggu depan.

Dia berbicara saat utusan iklim Biden, John Kerry, membahas masalah tersebut pada hari kedua pertemuan tertutup dengan mitra-mitra China di Shanghai.

Presiden China Xi Jinping mengumumkan tahun lalu bahwa China akan menjadi negara netral karbon pada tahun 2060 dan bertujuan untuk mencapai puncak emisi pada tahun 2030.

“Untuk negara besar dengan 1,4 miliar penduduk, tujuan ini tidak mudah tercapai,” kata Le.

“Beberapa negara meminta China untuk mencapai tujuan lebih awal.

Saya khawatir ini tidak terlalu realistis.” Biden telah mengundang 40 pemimpin dunia, termasuk Xi, ke pertemuan puncak iklim virtual 22-23 April.

AS dan negara-negara lain diharapkan mengumumkan target nasional yang lebih ambisius untuk mengurangi emisi dan menjanjikan bantuan finansial untuk mendanai upaya iklim di negara-negara yang kurang kaya.

Le mengatakan bahwa China akan menyampaikan pesan positif pada pertemuan tersebut, tetapi menambahkan bahwa China menanggapi perubahan iklim atas inisiatifnya sendiri, bukan karena pihak lain memintanya.

Tentang apakah Xi akan bergabung dengan KTT, Le mengatakan “pihak China secara aktif mempelajari masalah tersebut.” AS dan China semakin berselisih mengenai berbagai masalah, termasuk hak asasi manusia di Tibet dan wilayah Xinjiang, tindakan keras terhadap protes dan kebebasan politik di Hong Kong, penegasan China atas klaim teritorialnya ke Taiwan dan sebagian besar Laut China Selatan.

Selain juga ada tuduhan bahwa Beijing lambat menginformasikan kepada dunia tentang wabah COVID-19 yang menjadi pandemi yang menghancurkan.

China mengharapkan perbaikan dalam hubungan di bawah Biden, yang menggantikan Presiden Donald Trump pada Januari, tetapi pemerintahan baru tidak menunjukkan tanda-tanda mengurangi kebijakan garis keras terhadap China.

Le mengatakan bahwa setelah pembukaan pembicaraan Alaska, dialog itu konstruktif dan bermanfaat dan kedua belah pihak menindaklanjuti masalah yang dibahas.

Kedua negara dapat bekerja sama dalam menanggapi virus corona, katanya, tetapi kerja sama apa pun harus atas dasar yang sama, merujuk pada tekanan AS terhadap China di berbagai bidang.

Le juga mengulangi peringatan terhadap kontak pemerintah Amerika dengan Taiwan, setelah Biden mengirim delegasi mantan pejabat AS untuk bertemu dengan presiden pulau itu minggu ini.

China mengklaim Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sebagai wilayahnya dan mengatakan, seperti Hong Kong, Taiwan harus berada di bawah kendali Beijing.

“AS seharusnya tidak memainkan kartu Taiwan,” kata Le.

“Itu sangat berbahaya.

Ini garis merah kita.

AS seharusnya tidak pernah mencoba untuk melewatinya,” tegasnya.