Pasukan keamanan Sri Lanka serang kamp pengunjuk rasa, 50 terluka

0
20

Pasukan keamanan Sri Lanka menyerang sebuah kamp pengunjuk rasa anti pemerintah di ibu kota komersial Kolombo pada Jumat pagi, kata dua penyelenggara unjuk rasa.

Penyerangan itu sebuah tanda bahwa presiden baru negara itu melakukan penumpasan sehari setelah dia dilantik.

Ratusan personel keamanan mengepung kamp yang diberi nama “Gota Go Gama”, yang berarti “Pulanglah Gota”, untuk mengejek mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa.

Pengepungan itu dilakukan tengah malam dan kemudian aparat membongkar sebagian dari kamp itu, kata kedua penyelenggara unjuk rasa itu.

Sedikitnya 50 pengunjuk rasa terluka, kata penyelenggara unjuk rasa, termasuk beberapa wartawan yang dipukuli oleh petugas keamanan.

“Itu adalah serangan sistematis dan terencana,” kata penyelenggara protes Chameera Dedduwage kepada Reuters.

“Mereka benar-benar menyerang orang secara brutal.” Juru bicara polisi dan tentara tidak segera menanggapi konfirmasi dari Reuters.

Sri Lanka berada di bawah keadaan darurat yang diberlakukan oleh Presiden baru Ranil Wickremesinghe pada Minggu.

Peraturan darurat sebelumnya telah digunakan untuk memberikan kekuasaan kepada militer untuk menahan dan menangkap pengunjuk rasa, dan membatasi hak untuk protes.

Mantan Perdana Menteri Wickremesinghe, dilantik pada Kamis setelah memenangkan pemungutan suara parlemen Minggu ini, menyusul pengunduran diri Rajapaksa yang melarikan diri dari Sri Lanka setelah unjuk rasa publik besar-besaran yang dipicu oleh krisis ekonomi terburuk negara itu dalam tujuh dekade.

Setelah mengepung kamp pengunjuk rasa, petugas keamanan bergerak di depan sekretariat presiden, kemudian mulai membongkar beberapa tenda dan menyerang pengunjuk rasa di daerah tersebut, kata penyelenggara protes Manjula Samarasekara.

Bagian dari sekretariat era kolonial tersebut diduduki oleh pengunjuk rasa, bersama dengan kediaman resmi presiden dan perdana menteri awal bulan ini.

Tempat tinggal itu kemudian diserahkan kembali kepada otoritas pemerintah.

“Sangat prihatin dengan laporan dari laman protes Galle Face,” kata Sarah Hulton, Komisaris Tinggi Inggris untuk Sri Lanka, dalam sebuah cuitan melalui twitter.

“Kami telah menjelaskan pentingnya hak untuk melakukan protes damai.”