Harga Minyak Menguat Lagi

0
167

JAVAFX – Harga minyak lagi pada perdagangan akhir pekan lalu terbantu dengan masih mengecilnya persediaan minyak pemerintah AS dan situasi geopolitik yang dapat mengganggu suplai minyak dunia.

Munculnya situasi politik Venezuela yang mempunyai produksi 2 juta barel perhari serta peluncuran uji coba rudal balistik Korea Utara, membuat sisi geopolitik menjadikan alasan bagi investor minyak dunia seakan akan terjadi sisi suplai atau jalur distribusi minyak dunia akan terganggu.

Faktor ketakutan akan gangguan suplai minyak global membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak September di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk perdagangan sebelumnya ditutup menguat $0,67 atau 1,37% di level $49,71 per barel.

Untuk perdagangan mingguan, minyak jenis WTI telah mengalami kenaikan sebesar 8,6%.

Sedangkan minyak jenis Brent kontrak September di pasar ICE Futures London ditutup menguat $1,14 atau 2,21% di harga $52,63 per barel.

Untuk perdagangan mingguan, minyak jenis Brent telah mengalami kenaikan sebesar 9,3%.

Penguatan sepanjang akhir pekan seakan menjawab pertanyaan apakah rebalancing atau pembentukan kondisi yang seimbang antara permintaan dan penawaran minyak akan segera terjadi dan akan membuat harga minyak tidak bergejolak lagi.

Arab Saudi dalam pertemuan menteri-menteri anggota OPEC dan non-OPEC yang ikut serta dalam komitmen pemangkasan produksi minyak 1,8 juta barel perhari di St Petersburg Rusia, atau pertemuan JMMC telah bersedia mengurangi ekspor minyaknya menjadi 6,6 juta barel perhari atau lebih rendah 1 juta barel perhari mulai pengiriman bulan Agustus nanti dan kebersediaan Nigeria yang kali ini ikut serta dalam pertemuan tersebut, juga telah bersedia untuk membatasi produksi minyaknya tidak lebih dari 1,8 juta barel perhari.

Sejauh ini produksi minyak Nigeria di bulan lalu sekitar 1,64 juta barel perhari. Sayangnya keinginan pembatasan tersebut belum dapat dilaksanakan karena produksi minyak Nigeria tergelincir 180 ribu barel perhari dan memaksa Shell memperbaiki pipa yang bocor.

Jejak Nigeria juga diikuti oleh Libya, dimana OPEC telah memberikan keringanan bila produksi minyak Libya belum mencapai 1,4 hingga 1,6 juta barel perhari dan stabil dalam 90 hari, maka Libya tetap dibebaskan dalam komitmen pemangkasan 1,8 juta barel perhari tersebut.

Sejauh ini, produksi minyak Libya telah mencapai 1,02 juta barel perhari.

Selain itu penguatan minyak sepanjang minggu lalu didukung penurunan stok minyak pemerintah AS selama 4 minggu berturut-turut.

Rabu lalu Energy Information Administration menyatakan bahwa stok minyak turun 7,2 juta barel, persediaan bahan bakar juga turun 1,9 juta barel dan minyak destilasi persediaannya turun 453 ribu barel.

EIA juga mencatat bahwa produksi minyak AS sedikit menurun 19 ribu barel perhari menjadi total 9,41 juta barel perhari.

Khusus untuk produk minyak suling, AS nampaknya berperan penting bagi konsumsi di pasar Amerika Latin, Eropa dan Asia dengan makin meningkatnya ekspor bahan bakar AS ke wilayah-wilayah tersebut.

Selain itu penguatan harga minyak didukung Baker Hughes yang hanya mengaktifkan 2 rig di minggu lalu sehingga pernyataan Halliburton bahwa pengaktifan rig AS sedang dipuncak pertumbuhannya sebelum turun lagi.

Beberapa perusahaan minyak AS sudah mulai angkat tangan untuk melakukan eksplorasi secara besar-besaran dengan mengurangi belanja anggarannya akibat dari melorotnya harga minyak, apalagi situasi di Venezuela dan Korea bisa sewaktu-waktu membuat ketidakmenentuan produksi atau suplai dapat terganggu.

Produsen minyak AS dan global membutuhkan kepastian masa depan berusaha yang aman.

Faktor kenaikan impor minyak China bisa menjadikan bahan yang positif bagi dukungan harga minyak.

Impor minyak China di semester pertama tahun ini dilaporkan menjadi 8,55 juta barel perhari atau naik 13,8% dibandingkan periode yang sama setahun lalu. Begitu juga ekspor minyak Arab Saudi mengalami penurunan di Mei lalu, dari 7,006 juta barel perhari menjadi 6,924 juta barel perhari.

Sumber berita: Reuters, Investing, Bloomberg, Marketwatch
Sumber gambar: News Today