Harga Minyak, Dipersimpangan Bearish vs Bullish

0
31

Berita utama terbaru dalam perang ekonomi antara Rusia dan Barat atas perang di Ukraina memiliki peringatan Kremlin bahwa mereka siap mengambil “tindakan pembalasan” atas proposal negara-negara G7 untuk membatasi harga minyak Rusia. Aksi balasan dipersiapkan Moskow sehingga apapun akan menjadi “bearish dalam teori, bullish dalam praktik”.

Secara konseptual, pembatasan harga seperti yang direncanakan oleh negara-negara G7 terhadap minyak Rusia, jika sepenuhnya diterapkan dan dapat berhasil – akan memungkinkan minyak tetap Rusia mengalir mencapai Eropa, namun pendapatan ekspor Rusia akan terbatas. Sayangnya, risiko utama dari kebijakan ini, adalah potensi pembalasan Rusia, yang akan mengubah ini menjadi kejutan berdampak bullish untuk pasar minyak. Rusia dapat memilih untuk membalas, dengan memotong pembeli G-7 dan menutup produksi, sehingga meningkatkan harga minyak global sekaligus mengkatrol pendapatannya sendiri.

Tidak heran bahwa sejauh ini, masih kuat keyakinan bahwa harga minyak masih akan bullish.Lonjakan harga energi sendiri menjadi masalah besar bagi zona euro karena meredam pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inflasi, sehingga memicu pengetatan moneter yang juga dapat merugikan produksi. Zona ini berpeluang menghadapi resesi dan ECB harus bersikap dengan mengubah kebijakannya menjadi lebih longar.

Selama lima tahun sebelum pandemi, Uni Eropa mengimpor minyak dan gas sekitar EUR 400 miliar setiap tahun dimana EUR 300 miliar untuk minyak dengan harga rata-rata USD 55/bbl dan EUR 100 miliar untuk gas alam dengan harga EUR 20/Mwh, menurut UniCredit.

“Jika kita berasumsi bahwa harga minyak tetap di sekitar USD 100/bbl, sementara harga gas alam berubah menjadi EUR 100/Mwh, maka ‘pajak tahunan baru’ ini pada ekonomi UE berjumlah sekitar EUR 600 miliar, atau kira-kira 4% dari PDB – satu tahun setiap tahun ke depan,” kata Erik F. Nielsen, kepala penasihat ekonomi di UniCredit Bank. Dengan demikian, ini adalah uang yang akan ditransfer terutama ke Timur Tengah, Afrika Utara, Rusia dan Norwegia.

Disisi lain, “jika euro turun di bawah paritas, seperti saat ini, kondisinya akan jauh lebih buruk”. “Bahkan jika kita mengasumsikan harga energi yang lebih tinggi akan menurunkan konsumsi, katakanlah, 25% dan tanpa efek sampingan, Eropa masih akan menghadapi ‘beban pajak eksternal’ tambahan sebesar EUR 450 miliar, atau lebih dari 3% dari PDB, per tahun hingga kami berhasil mengalihkan kebutuhan energi kami ke sumber lain yang lebih murah dan berkelanjutan,” tambahnya.