Biden Bersiap Hadiri Sidang Majelis Umum PBB, KTT Asia Tengah

0
30

Presiden Joe Biden berada di New York menjelang pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (UN General Assembly/UNGA) pada Selasa (19/6).

Dalam kesempatan itu, Biden akan berusaha meyakinkan para pemimpin dunia bahwa visinya mengenai kepemimpinan AS dan pendekatan multilateral terhadap kebijakan luar negeri akan membantu menyelesaikan masalah-masalah paling mendesak di dunia.

Beberapa masalah tersebut termasuk perubahan iklim dan perang yang sedang berlangsung di Ukraina yang berdampak luas pada rantai pasokan global dan inflasi.

Biden mungkin berpeluang untuk mendominasi pembicaraan diplomatik di New York, karena para pemimpin negara-negara musuh AS tidak menghadiri pertemuan ini.

Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menghadapi surat perintah penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional, tidak akan hadir.

Begitu juga dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping, atau menteri luar negerinya, Wang Yi.

Tujuan utama Biden dalam pidatonya adalah untuk mempertahankan dukungan terhadap Ukraina di tengah meningkatnya seruan dari negara-negara Global Selatan untuk mempercepat perundingan perdamaian antara Moskow dan Kyiv.

Warga negara-negara berkembang itu menanggung beban dampak konflik pada harga energi dan pangan global dan semakin khawatir akan prospek perang yang berkepanjangan.

Meskipun tidak ada satu pandangan yang seragam mengenai perang di negara-negara “Global Selatan,” sebagian besar anggota PBB non-Barat ingin melihat penyelesaian diplomatik terhadap perang tersebut secepatnya, kata Richard Gowan, pakar PBB di International Crisis Group.

“Bahkan sebagian dari mereka yang bersimpati dengan Ukraina berpikir bahwa Kyiv harus mulai bernegosiasi sementara pasukan Rusia masih berada di wilayahnya,” kata Gowan kepada VOA.

“Fakta bahwa serangan balasan Ukraina hanya menghasilkan sedikit kemajuan spektakuler menambah perasaan mereka bahwa inilah saatnya untuk melakukan diplomasi.” Para pejabat Gedung Putih menggarisbawahi bahwa Washington akan mendukung perundingan perdamaian yang mengarah pada “perdamaian yang adil” di Ukraina berdasarkan prinsip-prinsip integritas dan kedaulatan wilayah.

“Selama beberapa bulan terakhir, kami telah membangun keterlibatan dan dialog yang kuat dengan negara-negara Selatan mengenai perdamaian yang adil,” kata Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan kepada wartawan dalam sebuah jumpa pers pada hari Jumat (15/9).

“Tampaknya Rusia tidak terlalu serius mengenai hal tersebut saat ini.” Kunci dari dialog tersebut adalah pertemuan bilateral yang direncanakan pada Rabu (20/9) dengan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, yang akan menjadi ketua 20 negara dengan perekonomian terbesar, atau G20.

Sebagai pendukung vokal negara-negara Selatan, Lula mengkritik negara-negara Barat yang memperpanjang konflik dengan memberikan dukungan militer kepada pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan dia mendorong perundingan damai.

Zelenskyy akan memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya pada Selasa (19/9) ketika dia berbicara langsung di hadapan Majelis Umum – penampilan pertamanya di depan badan dunia tersebut sejak invasi Rusia.

Pemimpin Ukraina itu akan disambut di Gedung Putih pada Kamis (20/9).

KTT Asia Tengah Pada Selasa (19/9), Biden juga akan mengadakan pertemuan puncak dengan para pemimpin lima negara Asia Tengah: Tajikistan, Kyrgyzstan, Kazakhstan, Turkmenistan dan Uzbekistan.

Dialog antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara ini, yang disebut sebagai format C5+1, dimulai pada 2015.

Namun pertemuan Selasa ini akan menandai pertama kalinya seorang Presiden AS bertemu dengan para pemimpin kelima negara itu secara bersamaan.

Keamanan regional, perubahan iklim, perdagangan dan konektivitas, serta reformasi yang sedang berlangsung untuk meningkatkan tata kelola dan supremasi hukum, akan menjadi fokus KTT ini, menurut Gedung Putih.

Pertemuan tersebut merupakan bagian dari langkah strategis pemerintah untuk merangkul kawasan ini, di mana Amerika Serikat memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh Rusia dan AS.

Baik Xi maupun Putin bertemu dengan para pemimpin Asia Tengah ini sebelumnya tahun ini.

Juga pada Selasa, Biden akan bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres.

Biden juga akan menjadi tuan rumah resepsi tradisional dengan para pemimpin dunia pada malam harinya.

Bilateral dengan Netanyahu Pertemuan penting lainnya di sela-sela UNGA adalah pertemuan Biden pada Rabu (20/9) dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Ini akan menjadi pertemuan tatap muka pertama Biden dengan Netanyahu sejak pemimpin Israel itu menang dalam pemilu pada November lalu dan pembentukan pemerintahan paling berhaluan sayap kanan di negara itu dalam sejarah.

Biden dan beberapa anggota Partai Demokrat telah menyatakan ketidaksetujuannya atas kebijakan garis keras yang dikeluarkan oleh pemerintahan Netanyahu, termasuk rencana perombakan peradilan yang menurut para kritikus merupakan bahaya bagi demokrasi di negara tersebut.

Biden dan Netanyahu juga berselisih mengenai perluasan permukiman Israel di Tepi Barat dan permintaan AS untuk membuka kembali konsulat di Yerusalem bagi warga Palestina.

Pada saat yang sama, Washington sedang mengupayakan kesepakatan untuk memfasilitasi Israel dalam menormalisasi hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangganya di dunia Arab, termasuk Arab Saudi.

Selama berada di New York, Biden juga akan menghadiri acara kampanye, termasuk satu acara pada Selasa malam yang bertajuk “Broadway untuk Biden.”