Harga Minyak Balik Badan Setelah Turun Tajam

0
52
offshore rig in twilight

Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), di bursa berjangka di NYMEX, menunjukkan pergerakan pullback yang rapuh setelah mencapai harga terendah di $82,28 pada awal sesi Eropa di hari Kamis (22/09/2022). Emas hitam ini mengalami penurunan tajam pada perdagangan di hari Rabu setelah gagal bertahan di atas harga kritis $86.00. Harga minyak kemudian ditawarkan dengan kuat setelah Federal Reserve (Fed) AS menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) berturut-turut untuk ketiga kalinya di tahun ini.

Tak pelak para investor membuang posisi beli pada minyak karena tindakan pengetatan Fed, lebih-lebih setelah mereka juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Dampak kenaikan suku bunga AS pada harga minyak sebetulnya hanya akan membuat lebih rendah saja harganya jika ketua Fed Jerome Powell mengumumkan soal kenaikan suku bunga saja. Namun nyatanya, pengumuman kenaikan tarif ini yang sejalan dengan proyeksi pasar, disambung dengan dikte atas rencana strategis untuk memperbaiki inflasi yang meningkat. Inilah yang kemudian merusak mood pasar.

Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Fed Jerome Powell saat melakukan jumpa media setelah penutupan sidang FOMC, melihat suku bunga pada angka sebesar 4,6% pada akhir 2023. Tentu saja pernyataan ini telah bergeser jauh lebih tinggi dari panduan sebelumnya diangka 3,8%.

Bukan hanya itu, Powell juga menyentil soal Tingkat Pengangguran yang terlihat lebih tinggi di 4,1%. Menurutnya, tugas besar ini akan datang dengan pengorbanan yang besar pula. Pertumbuhan ekonomi akan menghadapi rasa sakit yang parah dari laju kenaikan suku bunga. Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi, pada akhirnya akan menurunkan permintaan minyak pula untuk jangka waktu yang lebih lama.

Selain itu, penumpukan persediaan minyak yang dilaporkan oleh Lembaga Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat juga menambah bahan bakar ke api. EIA melaporkan ada peningkatan stok minyak sebesar 1,142. Tidak diragukan lagi, meski angka tersebut tetap lebih rendah dari konsensus tetapi penumpukan persediaan yang ketiga berturut-turut ini menunjukkan penurunan permintaan minyak secara nyata. (Ki Wongso)