Minyak naik 5 dolar karena greenback lebih lemah dan pasokan ketat

0
26
Industrial storage tanks in the Refinery

Harga minyak naik lebih dari lima dolar AS pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), didorong oleh pelemahan dolar dan ekspektasi bahwa Federal Reserve AS tidak akan menaikkan suku bunga sebesar poin persentase penuh pada pertemuan berikutnya untuk memerangi inflasi.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September melonjak 5,11 dolar AS atau 5,1 persen, menjadi menetap di 106,27 dolar AS per barel, setelah terangkat 2,1 persen pada Jumat (15/7/2022).

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus ditutup naik 5,01 dolar AS atau 5,1 persen, menjadi 102,60 dolar AS per barel setelah naik 1,9 persen di sesi sebelumnya.

Pada Jumat (15/7/2022) dua pejabat Federal Reserve AS mengindikasikan bank sentral kemungkinan hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada pertemuan 26-27 Juli.

Laporan sebelumnya bahwa Fed sedang mempertimbangkan keputusan 100 basis poin mengirim pasar lebih rendah akhir pekan lalu.

Dolar AS mundur dari tertinggi multi-tahun pada Senin (18/7/2022), mendukung harga-harga komoditas.

Dolar yang lebih lemah membuat komoditas berdenominasi dolar lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.

“Kemajuan kuat hari ini sebagian besar dihasilkan dari pelemahan dolar AS yang cukup besar dan berbasis luas yang telah memberikan pendorong utama di balik perubahan harga minyak harian selama beberapa minggu terakhir,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates LLC di Galena, Illinois.

Baik Brent maupun WTI pekan lalu mencatat penurunan mingguan terbesar mereka dalam waktu sekitar satu bulan.

Pasokan minyak tetap ketat.

Seperti yang diperkirakan, perjalanan Presiden AS Joe Biden ke Arab Saudi tidak menghasilkan janji apa pun dari produsen utama OPEC untuk meningkatkan pasokan minyak.

Biden ingin produsen minyak Teluk meningkatkan produksi untuk membantu menurunkan harga minyak.

Monopoli ekspor gas Rusia Gazprom menyatakan force majeure pada pasokan gas ke Eropa untuk setidaknya satu pelanggan utama, menurut surat yang dilihat oleh Reuters, berpotensi meningkatkan konflik antara Moskow dan Eropa.

Itu menambah dukungan pada harga minyak, karena para pedagang melihatnya berpotensi sebagai pendahulu dari tindakan Rusia untuk menggunakan energi sebagai senjata.

“Risiko jelas lainnya …

adalah bahwa Rusia akan lebih jauh memangkas pasokan energi ke Eropa untuk mencoba menaikkan biaya mendukung Ukraina dan menjatuhkan sanksi,” kata Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets.