PBB serukan sanksi terhadap junta Myanmar setelah eksekusi aktivis

0
10

Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang HAM di Myanmar Tom Andrews meminta negara-negara untuk memberlakukan sanksi ekonomi dan embargo senjata terhadap junta Myanmar, yang mengeksekusi empat aktivis demokrasi.

“Ada sejumlah pilihan dan apa yang perlu kita lihat adalah komunitas internasional mulai memanfaatkannya,” kata Andrews dalam wawancara dari Washington, Senin (25/7).

“Opsi pertama dan terbaik, adalah Dewan Keamanan PBB bersidang untuk mengeluarkan resolusi yang kuat tidak hanya kecaman, tetapi tindakan strategis yang jelas, sanksi, sanksi ekonomi, dan embargo senjata,” ujar dia, melanjutkan.

Ia juga menyarankan agar kasus tersebut dibawa ke Pengadilan Kriminal Internasional.

Andrews menyerukan lebih banyak dukungan untuk respons kemanusiaan, yang hanya didanai 10 persen, dan keterlibatan yang lebih terkoordinasi dengan pemerintah bayangan di Myanmar yaitu Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang memimpin upaya untuk melemahkan junta.

Andrews juga menyuarakan keprihatinan tentang eksekusi lebih lanjut, dengan mengatakan “sedikitnya 140 orang” telah dijatuhi hukuman mati.

“Jadi ada indikasi bahwa junta militer bermaksud untuk terus mengeksekusi terpidana mati, karena terus mengebom desa-desa dan menahan orang-orang yang tidak bersalah di seluruh negeri,” kata dia.

Pejabat di kedutaan Myanmar di Washington dan misi diplomatiknya di Jenewa tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Andrews.

Pada Senin, militer Myanmar yang berkuasa mengumumkan bahwa mereka telah mengeksekusi empat aktivis demokrasi yang dituduh membantu “aksi teror”, yang memicu kecaman luas atas eksekusi pertama negara itu dalam beberapa dekade.

Junta sebelumnya telah membela hukuman mati yang dibenarkan dan digunakan di banyak negara.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam keras eksekusi empat aktivis demokrasi Myanmar.

“Sekretaris Jenderal mengulangi seruannya untuk segera membebaskan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi,” kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq dalam sebuah pernyataan yang dirilis Senin.

Juru bicara itu menambahkan bahwa Sekjen PBB menentang hukuman mati “dalam segala kondisi.”