Senat AS: Trump Terbukti Berupaya Mengubah Hasil Pemilu 2020

0
23

Usaha Donald Trump untuk mengubah hasil pemilu presiden Amerika Serikat (AS) pada 2020 telah menyebabkan Kejaksaan Agung berada di pinggir jurang kekacauan, dan memicu pejabat tinggi di lembag tersebut dan di Gedung Putih mengancam untuk mengajukan pengunduran diri, demikian temuan yang didapatkan dalam sebuah laporan Komite Judisial Senat.

Laporan yang dirilis pada Kamis (7/10) itu memberi pemahaman bagaimana mantan presiden dari Partai Republik tersebut meminta pimpinan di Kejaksaan Agung untuk menyatakan bahwa pemilihan presiden yang berlangsung itu “korup” dan memarahi pejabat tingginya karena tidak melakukan apa-apa untuk mengubah hasil pemilu.

Tindakan Trump itu hampir mengakibatkan pemberontakan di Kejaksaan yang akhirnya mereda setelah para pejabat senior di lembaga tersebut meberi peringatan bahwa mereka akan mengundurkan diri secara serentak.

“Dalam usahanya untuk memperoleh dukungan dari Departemen Kehakiman atau Kejaksaan Agung guna mempertahankan kekuasaanya di Gedung Putih, Trump telah menyalahgunakan wewenang yang ia miliki sebagai presiden” dan melanggar Undang-undang Federal yang melarang siapa saja untuk memerintahkan pegawai federal terlibat dalam kegiatan politik, demikian menurut laporan tersebut.

Penyelidikan Senat yang didasarkan pada kajian dokumen dan wawancara dengan para mantan pejabat membeberkan usaha mati-matian Trump untuk bertahan di Gedung Putih.

Penyelidikan ini memperlihatkan bagaimana Trump diuntungkan oleh dukungan dari seorang pengacara di Kejaksaan yang kurang dikenal yang membantu usaha sang manta presiden untuk mnegubah hasil pemilu.

Namun pada akhirnya, para pejabat senior di Kejaksaan Agung bersatu dan menentang usaha Trump tersebut.

Fenomena tersebut menunjukkan betapa sistem pemilihan presiden di AS sangat bergantung pada integritas dari para pejabat pemerintah.

Usaha Trump yang gagal kini menjadi bahan penyelidikan inspektur jenderal Kejaksaan Agung.

Meskipun Joe Biden telah diambil sumpahnya pada 20 Januari lalu, namun tetap ada klaim palsu yang menyatakan bahwa pemilihan presiden itu telah memecah belah negara, dan jutaan warga Amerika percaya klaim tidak benar lainnya yang menyebutkan bahwa Trump dicurangi dalam pemilu tersebut.